Kapan itu terjadi, yang jelas menuurut cerita pada saat Desa Plajan baru berdiri sekitar 17 rumah, di Kedung inilah merupakan tempat Gong gaib yang sering dipinjam oleh orang-orang kampung dalam pertunjukan kesenian jawa ( klonengan ).
Bagaimana caranya : karena gong tersebut adalah gong yang dikuasai oleh makhluk pada alam yang berbeda ( gaib ) maka setiap orang yang mau pinjam harus menggunakan sesaji lengkap sambil membakar dupa atau kemenyan dengan harapan gong akan muncul dengan sendirinya, sehingga dapat dibawa pulang oleh sipeminjam.
Setelah selesai melakukan pertunjukan gong tersebut harus dikembalikan itupun juga harus dilengkapi dengan sesaji seperti pada saat peminjaman dilaksanakan, mengandung maksud mengembalikan gong dan ucapan terimakasih.
Setelah dikembalikan gong tersebut akan menghilang sebagaimana sediakala saat gong itu muncul, begitu seterusnya bahkan menurut cerita hal tersebut berjalan hingga puluhan tahun lamanya.
Tetapi lama kelamaan pada akhirnya tidak bisa dipinjam lagi walaupun disediakan sesaji dan dupa sebagaimana layaknya yang dilakukan orang-orang terdahulu, karena pada suatu ketika gong tersebut dipinjam tidak dikembalikan secara utuh ( ada yang diambil ), sehingga makin berkurang jumlahnya.
Akibat kemarahan dari si pemilik gong ( makhluk gaib ) sehingga gong tersebut tidak dapat muncul kembali ( tidak bisa dipinjam oleh orang-orang yang membutuhkan).
Termasuk gong milik Ibu Musrini salah satu bagian dari gong gaib yang di ambil oleh peminjam pada saat itu.